Sesudah Bait Allah dihancurkan pada tahun 70 AD, ada hal-hal yang positif terjadi bagi kemajuan agama Kristen, khususnya di bidang nyanyian rohani. Injil sekarang tidak lagi berada di bawah pengaruh Yahudi, karena bangsa-bangsa bukan Yahudi banyak yang menganut Kristen. Sejarah mencatat tahun 70 – 132 kekuatan dari rasa nasionalis bangsa Yahudi dihancurkan oleh bangsa Romawi. Dan sebagai akibatnya, putuslah hubungan antara upacara-upacara Yahudi dengan upacara Kristen.
Dalam tiga abad permulaan (kira-kira 300 thn), karena adanya penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, maka mereka mengadakan pertemuan secara rahasia di tempat yang tersembunyi. Barulah setelah Edik Milano (th 313), dimana Kaisar Konstantinus memberi ijin kebebasan beribadah kepada jemaat, bahkan Kristen menjadi agama resmi Negara, nyanyian-nyanyian Kristen mulai berkembang sebagai ekspresi kegembiraan karena kebebasan yang telah mereka terima. Pada kesempatan inilah jemaat mulai berinovasi untuk mengembangkan pola ibadah, liturgi, dan musik. Yang kemudian kita mengenal dua tokoh besar yang mengembangkan liturgi dan himne yaitu Ambrosius (th 340 – 397) dan Gregorius Agung (th 590 – 604).
Adanya perubahan sikap dan perlakuan terhadap cara menyanyi jemaat dalam ibadah. Awalnya nyanyian jemaat dalam ibadah hanya Mazmur saja. Kemudian berkembang dengan adanya himne. Nyanyian yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik barat pada zaman-zaman selanjutnya.
Ambrosius dilahirkan tahun 340, diangkat menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal dunia tahun 397. Dilahirkan dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan tinggi, seorang yang fasih lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya yang sangat menonjol adalah Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh ortodoks ini yang menggunakan cara menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh paduan suara) di gereja barat pada abad ke-4. Cara menyanyi seperti ini menyebar mulai dari Milano hingga ke Roma, dimana secara resmi cara menyanyi ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi secara antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
Pada abad ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7 dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
Namun demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi seperti yang kita kenal sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo, ritme, dan lain sebagainya. Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang dikembangkan oleh Ambrosius dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan tangga nada (Doris, Frigis, Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis, Hipo-lidis, Hipo-miksolidis).
Nyanyian yang diciptakan oleh kedua tokoh ini sangat mempengaruhi perkembangan musik barat pada zaman-zaman selanjutnya. Ambrosius dilahirkan tahun 340, diangkat menjadi bishop di Milano tahun 374 dan meninggal dunia tahun 397. Dilahirkan dari keluarga bangsawan dan mendapat pendidikan tinggi, seorang yang fasih lidah dan seorang guru yang hebat. Seorang muridnya yang sangat menonjol adalah Agustinus yang dibaptis olehnya juga. Tokoh ortodoks ini yang menggunakan cara menyanyi antiphonal (saling bergantian oleh paduan suara) di gereja barat pada abad ke-4. Dari Milano, cara ini mulai menyebar ke Roma, dimana secara resmi cara menyanyi ini diakui oleh Paus Celectine I (th 422 – 432). Cara menyanyi secara antiphonal telah lama dipraktekkan di gereja timur.
Pada abad ke-4, Ambrosius, uskup Milano menambah himne-himne di dalam perbendaharaan lagu gereja. Himne-himne ini merupakan suatu tantangan bagi gereja karena untuk pertama kalinya dipakai nyanyian yang teksnya tak berdasarkan Alkitab ditambah lagi lagu dari Eropah Timur ini bernada cukup lincah. Hingga pada abad ke-7 dimana Paus Gregorius (th 594 – 604) menyeleksi dan mengatur lagu ibadah yang boleh dipakai serta melarang yang dianggap kurang cocok. Sehingga lagu-lagu gereja yang disebut “Lagu Gregorian” mulai diperkenalkan.
Namun demikian pada zaman ini belum ada sistem notasi seperti yang kita kenal sekarang, misalnya harga not, birama, irama, tempo, ritme, dan lain sebagainya. Nada yang digunakan adalah tangga nada Yunani yang dikembangkan oleh Ambrosius dan diolah kembali oleh Gregorius menjadi delapan tangga nada (Doris, Frigis, Lidis, Miksolodis, Hipo-doris, Hipo-frigis, Hipo-lidis, Hipo-miksolidis). (Yis/PRAISE #9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar