Badak Bercula 1
Badak Bercula Satu: Ibarat Pasien Unit Gawat Darurat
Badak Jawa sering kali disebut dengan badak bercula satu kecil (Rhinoceros sondaicus) yaitu anggota dari famili Rhinocerotidae serta satu dari lima badak yang masih tetap ada.Badak ini mempunyai kulit bermosaik yang mirip dengan baju baja. Badak ini mempunyai panjang antara 3,1 sampai 3,2 m serta tinggi antara 1,4 sampai 1,7 m. Badak ini lebih kecil dari pada badak india serta lebih dekat atau hampir sama besar tubuhnya dengan badak hitam. Ukuran culanya umumnya kurang dari 20 cm, lebih kecil dari pada cula spesies badak yang lain.Badak jawa saat ini ibarat pasien ‘Unit Gawat Darurat’. Upaya penyelamatan dan pelestarian badak bercula satu ini mutlak, atau spesies kebanggaan Indonesia tersebut akan punah dan tinggal cerita. Sebab, kondisi badak jawa sudah pada tahap siaga satu, dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar. Berdasarkan iucnredlist.org yang dikeluarkan oleh International Union for Conversation of Nature (IUCN), sejak tahun 1996 badak bercula satu dikategorikan dalam status kritis terancam punah.
Badak ini dulu menjadi satu di antara badak di Asia yang sangat banyak menyebar. Walau badak ini sering disebut dengan badak jawa, binatang ini tak hanya hidup di pulau Jawa saja, namun di semua nusantara, di sepanjang Asia Tenggara serta di India dan Tiongkok. Spesies ini statusnya amat krusial, dimana cuma sedikit populasi yang bisa ditemukan di alam bebas. Badak ini kemungkinan merupakan mamalia terlangka yang ada di bumi. Sekitar 40-50 populasi badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia dan populasi Badak Bercula Satu di alam bebas yang lain terdapat di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dan diperkiraan populasi tak kian lebih delapan ekor pada tahun 2007.
Sebenarnya, badak bercula satu tidak memiliki predator alami. Satu-satunya ancaman terbesar adalah manusia. Perburuan badakbercula satu banyak dilakukan oleh manusia. Seorang pemburu biasanya mengambil cula badak dengan membuatnya pingsan. Setelah pingsan, pemburu memotong cula badak, lalu membiarkannya mati kehabisan darah.Cula badak ini dipercaya sebagai obat mujarab oleh ilmu pengobatan tradisional Cina selama lebih dari 2.000 tahundan harganya mencapai $30.000 per kilogram di pasar gelap. Walaupun belum terbukti secara ilmiah, banyak orang yang tetap meyakininya.
Namun saat ini sudah tidak ditemukan kasus perburuan liar badak bercula satu sejak tahun 1990-an karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional yang diiringin dengan inisiatif-inisiatif seperti Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU) serta patroli pantai. Ancaman terbesar bagi badak bercula satu saat ini yaitu populasi badak bercula satu yang sedikit menyebabkan rendahnya keragaman genetis. Hal ini dapat memperlemah kemampuan spesies ini dalam menghadapi wabah penyakit atau bencana alam (erupsi gunung berapi dan gempa). Ancaman lain bagi populasi badak bercula satu adalah meningkatnya kebutuhan lahan sebagai akibat langsung pertumbuhan populasi manusia. Pembukaan hutan untuk pertanian dan penebangan kayu komersial mulai bermunculan di sekitar dan di dalam kawasan lindung tempat spesies ini hidup.
Dalam hal reproduksi, badak bercula satu betina siap bereproduksi setelah mencapai usia 3 sampai 4 tahun. Sedangkan badak bercula satu jantan siap bereproduksi pada usia 6 tahun.Jika telah kawin, badak betina mengandung anaknya selama 16 sampai 19 bulan. Anak yang dikandungnya pun hanya satu ekor, tak pernah lebih. Oleh karena itu, badak bercula satu betina hanya bisa punya 1 anak dalam waktu 4-5 tahun sekali. Masa kawin badak bercula satu pun sulit ditebak. Itulah yang membuat populasi badak bercula satu tak banyak.
Organisasi internasional yang menangani masalah konversasi, penelitian, dan restorasi lingkungan, World Wide Fund for Nature (WWF) untuk Indonesia tengah melakukan penelitian terhadap populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memperoleh informasi tentang pola perilaku, distribusi, migrasi, masa kawin, dan keragaman genetik.
WWF dan mitra kerjanya membantu petugas Balai Taman Nasional memonitor badak melalui kamera trap dan analisis DNA dari sampel kotoran. Sejak pertama kali dimulai pada 2001, empat belas kelahiran badak berhasil di dokumentasikan oleh kamera dan video jebak yang dioperasikan WWF bersama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Saat ini WWF bekerja dengan Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional dan masyarakat lokal untuk mengkaji kemungkinan pembuatan habitat kedua dan translokasi badak yang telah diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi kesehatan dan fertilitasnya untuk menginisiasi populasi baru sambil tetap melindungi populasi aslinya di Taman Nasional Ujung Kulon.
Seperti ditulis wwf.or.id, selain dari penelitian dan dukungan terhadap patroli anti-perburuan badak jawa, WWF-Indonesia di Taman Nasional Ujung Kulon juga memfokuskan kegiatannya pada upaya manajemen habitat dengan harapan habitat yang terjaga akan bisa mempertahankan populasi yang tersisa. Selain itu, keterlibatan masyarakat pun dibutuhkan untuk menjaga populasi badak jawa agar terhindar dari kepunahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar